Idhul Fitri dan Hijrah
Puasa
sebulan di bulan ramadhan merupakan media atau sarana penggemblengan mental;
spiritual; dan phisik bagi umat islam yang menjalankannya, dengan tujuan akhir
adalah menjadi orang yang ber-taqwa seperti yang sudah digariskan oleh Allah
Azza wa jalla dalam Alqur’an surat Al-Baqarah ayat 183 yang artinya:”Wahai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”.
Layaknya
sebuah training centre, maka selepas puasa pertarungan yang sebenarnya sudah
menghadang di depan mata, yaitu sebelas bulan yang penuh dengan godaan; cobaan;
dan segala kemudharatannya dalam menapaki kehidupan duniawi. Sikulus hidup yang
sering kali melupakan akan pentingnya kehidupan ukhrawi yaitu kehidupan kekal –
abadi di alam syurga yang didalamnya mengalir sungai-sungai jernih dan
dikelilingi oleh bidadari-bidadari yang tidak mengenal istilah tua.
Hasil
dari training centre di bulan ramadhan, harus dapat dipertahankan dalam
menyongsong kompetisi yang panjang yaitu sebelas bulan, mampukah kita
melakukannya? Pertanyaan wajar dan masuk di-akal karena tidak mudah kita
menjaga hasil training tersebut.
Hijrah,
merupakan aktifitas yang harus kita lakukan setiap saat agar kita tetap mampu
menjaga dan memelihara hasil training tersebut yaitu dengan selalu mencari
secara istiqomah untuk mendapatkan hasil terbaik dari apa yang akan kita lakukan
selepas bulan ramadhan. Sebagaimana Hijrah nya Rasulullah SAW dari kota Mekah
ke Madinah agar bisa lebih fokus dan konsentrasi dalam melakukan tugas sebagai
Rasul Allah untuk menyebarkan ajaran Islam kepada kaum quraish.
Momentum
Idhul Fitri, yang merupakan hari kemenangan setelah berjuang mengikuti training
di bulan ramadhan, sebenarnya ini baru merupakan langkah awal untuk menatap dan
mengarungi kehidupan yang luar biasa ‘ganas’nya di dunia. Jadi jangan terlalu
merasa puas setelah lulus ujian, apalagi sampai terlena oleh lingkungan sekitar
yang mampu menarik kita kedalam putaran kehidupan dunia yang melenakan.
Pulang kampung, mudik merupakan
ritual rutin tahunan yang rasanya tidak afdol bila ndak mudik dan hal ini
nengingatkan saya pada budaya jawa ‘ mangan ndak mangan yang penting ngumpul’
budaya yang sebenarnya mengandung makna
yang luar biasa dalam dalam konteks kebersamaan. Tapi yang menjadi pertanyaan apakah budaya tersebut masih relevan di jaman yang serba canggih seperti
sekarang, dimana konteks kebersamaan bisa dilakukan melalui jaringan komunitas
seperti group-millist; bbm; what’sApp,
Twitter, dsb atau langsung lewat ‘skype’ yang bisa tatap muka .. dan kegiatan silahturahmi tatap muka bisa dilakukan kapan saja tidak harus nunggu hari raya .. tapi inilah kita yang susah untuk merubah
kebiasaan yang sudah mendarah daging.
It’s me
time to change .. segeralah melakukan perubahan dengan hijrah untuk merubah
kebiasaan lama menjadi ‘new habits’ segera dengan skenario kreatif, sehingga
kita terus mampu beradaptasi dalam menghadapi perubahan yang ‘very very fast’ di sekitar kita. Sebagai bukti bahwa hasil training / gemblengan
selama ramadhan bisa terus kita terapkan selama sebelas bulan ke depan. Semoga .. Wassalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar