Jumat, 21 Februari 2014

Idhul Fitri dan Hijrah

                Puasa sebulan di bulan ramadhan merupakan media atau sarana penggemblengan mental; spiritual; dan phisik bagi umat islam yang menjalankannya, dengan tujuan akhir adalah menjadi orang yang ber-taqwa seperti yang sudah digariskan oleh Allah Azza wa jalla dalam Alqur’an surat Al-Baqarah ayat 183 yang artinya:”Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”.

                Layaknya sebuah training centre, maka selepas puasa pertarungan yang sebenarnya sudah menghadang di depan mata, yaitu sebelas bulan yang penuh dengan godaan; cobaan; dan segala kemudharatannya dalam menapaki kehidupan duniawi. Sikulus hidup yang sering kali melupakan akan pentingnya kehidupan ukhrawi yaitu kehidupan kekal – abadi di alam syurga yang didalamnya mengalir sungai-sungai jernih dan dikelilingi oleh bidadari-bidadari yang tidak mengenal istilah tua.
                Hasil dari training centre di bulan ramadhan, harus dapat dipertahankan dalam menyongsong kompetisi yang panjang yaitu sebelas bulan, mampukah kita melakukannya? Pertanyaan wajar dan masuk di-akal karena tidak mudah kita menjaga hasil training tersebut.
                Hijrah, merupakan aktifitas yang harus kita lakukan setiap saat agar kita tetap mampu menjaga dan memelihara hasil training tersebut yaitu dengan selalu mencari secara istiqomah untuk mendapatkan hasil terbaik dari apa yang akan kita lakukan selepas bulan ramadhan. Sebagaimana Hijrah nya Rasulullah SAW dari kota Mekah ke Madinah agar bisa lebih fokus dan konsentrasi dalam melakukan tugas sebagai Rasul Allah untuk menyebarkan ajaran Islam kepada kaum quraish.
                Momentum Idhul Fitri, yang merupakan hari kemenangan setelah berjuang mengikuti training di bulan ramadhan, sebenarnya ini baru merupakan langkah awal untuk menatap dan mengarungi kehidupan yang luar biasa ‘ganas’nya di dunia. Jadi jangan terlalu merasa puas setelah lulus ujian, apalagi sampai terlena oleh lingkungan sekitar yang mampu menarik kita kedalam putaran kehidupan dunia yang melenakan.
Pulang kampung, mudik merupakan ritual rutin tahunan yang rasanya tidak afdol bila ndak mudik dan hal ini nengingatkan saya pada budaya jawa ‘ mangan ndak mangan yang penting ngumpul’ budaya yang sebenarnya mengandung  makna yang luar biasa dalam dalam konteks kebersamaan.  Tapi yang menjadi pertanyaan apakah budaya tersebut masih relevan di jaman yang serba canggih seperti sekarang, dimana konteks kebersamaan bisa dilakukan melalui jaringan komunitas seperti  group-millist; bbm; what’sApp, Twitter, dsb atau langsung lewat ‘skype’ yang bisa tatap muka .. dan kegiatan silahturahmi tatap muka bisa dilakukan kapan saja tidak harus nunggu hari raya .. tapi inilah kita yang susah untuk merubah kebiasaan yang sudah mendarah daging.


                It’s me time to change .. segeralah melakukan perubahan dengan hijrah untuk merubah kebiasaan lama menjadi ‘new habits’ segera dengan skenario kreatif, sehingga kita terus mampu beradaptasi dalam menghadapi perubahan yang ‘very very fast’ di sekitar kita. Sebagai bukti bahwa hasil training / gemblengan selama ramadhan bisa terus kita terapkan selama sebelas bulan ke depan.    Semoga .. Wassalam
The Moslem Market on ‘Bazaar Ramadhan’
Ramadhan bulan yang penuh keberkahan seperti yang dijanjikan Allah Azza wa Jalla, dimana bahwa Allah SWT akan melipatkan gandakan setiap amal perbuatan baik yang dilakukan oleh insan yang  beriman dan berpuasa dalam bulan ramadhan.
                Keberkahan ramadhan bukan hanya dalam bentuk amalan akan tetapi juga dalam bentuk kasat mata yaitu dengan makin maraknya kegiatan-kegiatan bisnis atau usaha yang berjalan selama bulan ramadhan, seperti pasar kaget jajanan pasar digelar mulai dari lapak kaki lima sampai hotel berbintang; Bazaar Ramadhan yang digelar di mol-mol dengan program ‘great sale’ nya dimana semua selalu penuh oleh para pengunjung. Sabtu kemarin, saya berkesempatan datang ke sebuah pusat per’nongkrong’an favorit kaum muda di jakarta selatan dan luar biasa tumpah ruah pengunjungnya .. Astaghfirullah,  mau cari parkir mesti berputar-putar karena semua penuh. Akhirnya dapat juga dan bersama keluarga mencari tempat makan yang ‘cozy’ buat bercengkerama, karena waktu sdh menunjukkan jam 09 malam (takut restoran tutup) dan yang mengagetkan adalah ketika tanya kepada petugas restoran jam berapa tutupnya .. mereka menjawab jam 02 pagi (Wooww) padahal biasanya paling malam jam 23.
                Ramadhan memang benar-benar membawa keberkahan dunia dan akhirat, tentunya bagi yang mampu mengambil semua kesempatan yang diberikan Allah dan bukti nyatanya adalah bagaimana para pebisnis dengan memanfaatkan kesempatan untuk meraup keberkahan (keuntungan) selama Ramadhan. So, kita sudah bisa membayangkan betapa besar nya keberkahan setiap amalan yang kita kerjakan di akhirat kelak, bila didunia saja sudah bisa dilihat betapa besarnya putaran uang (dilihat dari sisi materi) yang beredar selama ramadhan berjalan.

Potensi ‘Moslem Market’
                Potensi market kaum muslim kita memang luar biasa, lebih dari 85% penduduk Indonesia akan tetapi mengapa mayoritas belum tertarik untuk beramai-ramai masuk ke bank berlabel syariah? Sehingga untuk meningkatkan ‘market share’ saja sangat susah .. Harus nya sebagai operator keuangan syariah atau para stakeholder bank-bank berlabel syariah mesti instropeksi kedalam melakukan ‘muhasabah’ sampai akhirnya menemukan sistem atau metode yang pas untuk menimbulkan ‘tsunami’ gerakan ‘back to syariah’.
                It’s the fact, hampir setiap pagi sambil makan sahur, saya menikmati salah satu acara ekonomi syariah di stasiun tv swasta yang di sponsori oleh bank daerah, tapi yang miris adalah ketika jedah iklan ternyata yang banyak ber-iklan adalah bank ‘induk’ nya dengan promosi berbagai hadiah yang notabene ‘konvensional’, sementara ‘anak’nya yang berbasis syariah hanya numpang lewat iklan nya, padahal acaranya adalah ‘ekonomi syariah’. So, kapan ‘anak’ nya tersebut ( berbasis Syariah ) akan mampu menarik pasar yang sangat besar dinegeri ini bila tidak ber’iklan’. Menurut Kotler, kegiatan komunikasi pemasaran melalui iklan, direct selling, kehumasan,  atau metode lainnya mempunyai tujuan untuk membangun persepsi, opini, keyakinan, sampai menumbuhkan keinginan untuk membeli/memilki. Sudahkan dilakukan? Let’s puzzle yourself. Wallahu ‘alam bishowaf.



Ramadhan momen membangun jiwa kewirausahaan
Pembukaan
            Ramadhan selalu ditunggu-tunggu oleh seluruh kaum muslimin karena didalamnya terkandung berbagai hikmah kehidupan sebagai manusia sosial, mulai dari rasa terbangunnya sifat jujur, empati terhadap sesama, dan kedekatan dengan sang khalik Allah Subhanahu wa ta’ala. Terus apa hubungannya dengan judul diatas? Awalnya saya juga bingung .. lho koq jadi allay ya .. sifat jujur adalah  fundamental bagi seorang yang akan berprofesi sebagai wirausahawan.

Membangun jiwa kewirausahaan
            Wirausaha menurut definisi berbagai sumber yang kemudian dapat disimpulkan yaitu seorang yang mampu melihat setiap peluang dan berani mengambil risiko dengan  cara yang kreatif menjadikan peluang tersebut menjadi produk yang memberikan manfaat bagi dirinya dan masyarakat luas. Ramadhan merupakan bulan yang dapat digunakan sebagai media pembentukan jiwa kewirausahaan karena didalamnya terkandung unsur-unsur yang membangun pondasi jiwa wirausaha. Dalam menjalankan roda usaha, hendaknya seorang wirausaha mesti berlaku jujur, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW ketika dalam menjalankan usaha, beliau selalu memegang teguh sifat jujur (As-shidiq) sehingga semua pelanggan, partner dagangnya menjadi ‘trust’ percaya kepada beliau.
            Kejujuran adalah pondasi dari semua sifat-sifat Rasulullah dalam berwirausaha (SAFT, Shidiq; Amanah; Fathanah; Tabligh) coba kita lihat  ‘Amanah’ (ter-percaya) ketika kita jujur di setiap aktifitas kita, maka lingkungan akan dengan sendirinya menjadi ‘trust’ kepada kita sehingga membuat bisnis kitapun jadi serasa mudah dan sukses; kemudian ‘Fathanah’ (cerdas/cerdik), sifat inipun terbentuk karena sifat-sifat jujur dimana dengan kejujuran maka cara berpikir kitapun menjadi ringan karena tanpa dibebani oleh adanya unsur kepentingan sehingga ide-ide bisa terlahir dengan cerdas dan kreatif. Terakhir adalah ‘Tabligh’ (komunikatif), bagimana mungkin seorang yang tidak jujur dapat melakukan komunikasi dengan benar karena dalam pilihan kata-katanya pun akan penuh dengan ketidakjujuran, selalu ada rasa ketakutan akan terbuka kepalsuannya dikemudian hari. Saat melakukan negosiasi yang membutuhkan ketrampilan komunikasi, maka ketika tidak jujur akan muncul ketidakyakinan dalam setiap pengambilan keputusan. Terus kapan kita harus ‘jujur’ .. ya sekarang juga .. bagaimana caranya .. puasa ramadhan akan membentuknya .. koq bisa ya .. ya bisalah .. begini saat puasa kita gosok gigi dan terus minum, apakah ada yang tahu? Kasat mata ndak ada yang lihat tapi kenapa nggak kita lakukan .. ya karena kita belajar jujur kepada diri kita sendiri .. gampang tho!!

Penutup

            Momentum Ramadhan dapat membentuk sifat Jujur sebagai fundamental jiwa bagi para wirausahawan, seperti yang dicontohkan Rasulullah Muhammad SAW dalam menjalankan bisnisnya. Jadi ayo kita bangun kejujuran dalam jiwa selama ramadhan dan diaplikasikan pasca ramadhan, sehingga tertanam dalam jiwa kita. Waallahu a’lam bishowab. 
Bank Syariah, si Putri Jelita yang ter-Pingit

Pendahuluan,
            Putri-putri nan jelita yang di-pingit adalah istilah saya yang kayaknya paling pas kepada bank-bank syariah di Indonesia, why? Banyak faktor yang menggambarkan kondisi tersebut antara lain beratnya dukungan dari bank-bank induk (kecuali bank Muamalat) yang masih konvensional untuk membesarkan putri-putri nya yang jelita dan syariah, yang menyebababkan penguasaan pasar yang jauh dari target dimana masih berkisar di angka dibawah 5% pada akhir tahun 2012 padahal target akhir 2010 adalah mencapai 10%.
Pergerakan pasar perbankan syariah sampai akhir tahun 2012 tidak lebih dari 5% penguasaaan pasar terhadap aktifitas perbankan nasional, so why? Padahal jumlah penduduk muslim di Indonesai mencapai 87% dari total jumlah penduduk, artinya pangsa pasar mencapai 200 jutaan (wow pasar yang luar biasa buesar). Saya selalu tertarik dengan ‘miracle word’ nya sang CEO Air Asia, Datuk Toni Fernandes yaitu ‘What’s next?’ sebuah kata sederhana tapi mengandung makna yang luar biasa.
            Wajar atau tidak-kah ketika muncul pertanyaan mengapa dan bagaimana cara mendorong 200 jutaan umat muslim Indonesia untuk beramai-ramai atau berduyun-duyun menabung di perbankan syariah?, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan bukan hanya ‘market-share’ atau penguasaan pasar tapi juga membangun sistem perekonomian yang halal, kuat dan berkeadilan.
Allah SWT berfirman dalam Al-qur’an surat Al-Baqarah: 278-279
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kapada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman”. “Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”.
Rasulullah SAW bersabda: Rasulullah SAW melaknat orang yang memakan hasil riba, yang memberikan riba, yang menulis dan kedua saksinya. Dan berkata,”mereka semua sama”.” HR. Muslim (dalam buku Panduan Ekonomi syariah teori dan praktek, tim IECA, h-234, 2000)

Si Putri Jelita atau Putri Pingitan
            Melihat potensi tersebut, maka sejumlah bank-bank besar semua mendirikan unit bisnis yang berbasis Syariah walaupun berlatar belakang bank konvensional seperti BCA; Danamon; HSBC dan lainnya, sehingga mempunyai unit Bisnis Syariah. Semuanya bertujuan untuk menangkap pasar yang rasional menurut istilah pak Syafii Antonio, yaitu pasar yang selalu berpikir praktis, horizontal dan akan berpindah ketika terjadi perbedaan hasil dari investasinya walaupun hanya 0.5% atau 1%.
Pada tahun 2011, Pertumbuhan aset bank syariah mencapai 34% dan ini jauh diatas pertumbuhan bank konvensional yang hanya kisaran 20%. Melihat kondisi tersebut maka diprediksi pada tahun 2015 tingkat penguasaan pasar syariah akan menjadi 7.5%.  Tidak salah bila perbankan syariah disebut sebagai seorang Putri Jelita yang di-‘pingit’ itulah istilah saya melihat perbankan syariah saat ini, jelita sich jelita tapi sayang seribu kali sayang, sang putri jelita belum mampu menarik hati para pengagumnya dan baru sekedar indah untuk dipandang. Si Pingitan karena sang empunya atau semua yang punya kepentingan tentang sistem keuangan syariah masih belum 100% meng-ikhlas-kan sang putri untuk bisa bermain-main dolanan dengan kelompok bermainnya, padahal kalo sang putri ikut bermain maka teman-teman sang putri akan semakin memahami dan mengenal si putri jelita hingga ketika akan melamar dan melakukan akad semakin yakin dan percaya bahwa memang dialah pilihan yang tepat.
Ketika kita semakin kenal sistem perbankan syariah, maka rasanya pasar yang rasional akan ber-rombongan akan berpindah ke sistem perbankan syariah dan meninggalkan sistem keuangan konvensional yang terkenal rentan terhadap berbagai virus dan yang lebih utama adalah ketidak-halal-an nya. Dengan meng-investasikan duit kita di sistem yang syar’i akan memberikan manfaat kepada diri kita sendiri serta membawa efek domino kepada sistem perekonomian negara yang mandiri, kuat, dan tahan goncangan krisis yang sedang melanda negara-negara di Benua Eropah.

What’s Next, bro?
            Diliat dari kacamata awam, ndak salah bila kita ngomong seharusnya maka ‘market-share’ perbankan syariah harus lebih besar dari sistem konvensional. Akan tetapi kenyataan yang terjadi ya seperti data diatas, sedihkah? Sebagai seorang muslim ya iyalah .. anehnya tidak semua merasakan hal yang sama.
            Dalam mendorong dan meningkatkan penguasaan pasar bank syariah, saya melihat ada beberapa langkah yang dapat dilakukan; pertama, melakukan edukasi ke pasar yang 200an juta, akan penting dan unggulnya sistem perbankan syariah; kedua, melakukan promosi secara kolaborasi diantara bank-bank syariah bukan malah menciptakan ‘silo-silo’ dalam kegiatan promosi ; ketiga, diberikannya insentif-insentif kepada calon nasabah bila beralih ke sistem syariah; ke-empat, Bank sentral yang  ‘harusnya’ punya kepentingan untuk membesarkan sistem perbankan syariah mesti mau mengeluarkan budget dan aturan untuk mendukung program-program pada poin diatas; kelima, peningkatan pelayanan, kualitas sistem di-lingkungan bank-bank syariah.
Emotional values adalah yang diharapkan oleh calon nasabah/konsumen bank-bank syariah, tapi mampukah para operator syariah untuk memberikan values yang bukan sekedar diharapkan akan tetapi juga harus menyentuh ‘heart dan soul’ nya konsumen karena mereka juga manusia yang memiliki pikiran, hati dan jiwa.
Momentum ramadhan bisa dioptimalkan oleh bank-bank syariah melakukan kegiatan edukasi karena emosional kaum muslimin sedang-sedang romantis-romantis nya ber-kontemplasi dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka tersentuh sedikit saja hatinya oleh hal-hal yang berhubungan dengan firman Allah pasti akan ‘menyerah’. Kegiatan edukasi ke konsumen dapat dilakukan melalui aktifitas ceramah=ceramah ramadhan di-kantor-kantor, masjid-masjid secara terstruktur dengan tema ‘nikmatnya berbisnis dengan Allah SWT’ tanpa bunga bank yang haram (riba). Bagiamana caranya? Bank-bank syariah dapat ber-kolaborasi dengan dunia kampus yang sudah berkompeten dengan dunia syariah seperti STEI Tazkia; UIN Syarif Hidayatullah; IPB; dll. untuk melakukan program edukasi tersebut sehingga terjadi simbiosis mutualisme antara dunia industri dan kampus. Saya yakin banyak kampus yang akan mendukung program sinergi ini, karena semua punya kepentingan untuk membangun sistem perekonomian nasional yang berlandaskan syariah.
Tahap berikutnya adalah meninggalkan ‘silo-silo’ diantara bank-bank syariah dalam hal promosi, dengan cara ‘one for all’ dimana konten materi iklan adalah ‘how to inspire’ pasar untuk kembali ke jalan yang benar yaitu ‘Yuk, nabung di bank syariah’ artinya satu materi untuk semua dengan budget yang lebih efisien. Bagaimana dengan Bank Indonesia? Ya mesti mendukung dan memberikan penguatan program promosi tersebut sehingga bisa menjadi ‘ledakan’ iklan syariah. Bank Indonesia juga harus mendorong dibentuknya ‘holding bank Syariah’ yang menampung semua lalu-lintas putaran uang nasabah yang berasal dari bank-bank syariah untuk tidak bercampur dengan sistem Bank Indonesia yang masih konvensional (mungkin ini juga yang menyebabkan lambatnya perkembangan perbankan syariah di Indonesia).

Penutup,
            Potensi besar, market-share kecil, masih di-pingit itulah gambaran sistem perbankan syariah di Indonesia, menjadi tanggung jawab kita semua (masyarakat, dunia kampus, pemerintah, dan legislatif) untuk menjadikan besar sistem perbankan syariah yang terbukti tahan dari badai krisis keuangan. Operator bank-bank syariah harus mau untuk menghilangkan ‘silo-silo’ dan berkolaborasi dalam melakukan program-program promosi/pemasaran dengan konten ‘one for all’ dalam rangka efisiensi anggaran di masing-masing bank-syariah. Wallahu a’lam bishowab.