Bank Syariah, si Putri Jelita yang
ter-Pingit
Pendahuluan,
Putri-putri nan jelita yang
di-pingit adalah istilah saya yang kayaknya paling pas kepada bank-bank syariah
di Indonesia, why? Banyak faktor yang menggambarkan kondisi tersebut antara
lain beratnya dukungan dari bank-bank induk (kecuali bank Muamalat) yang masih
konvensional untuk membesarkan putri-putri nya yang jelita dan syariah, yang
menyebababkan penguasaan pasar yang jauh dari target dimana masih berkisar di
angka dibawah 5% pada akhir tahun 2012 padahal target akhir 2010 adalah
mencapai 10%.
Pergerakan pasar perbankan syariah sampai akhir tahun
2012 tidak lebih dari 5% penguasaaan pasar terhadap aktifitas perbankan
nasional, so why? Padahal jumlah penduduk muslim di Indonesai mencapai 87% dari
total jumlah penduduk, artinya pangsa pasar mencapai 200 jutaan (wow pasar yang
luar biasa buesar). Saya selalu tertarik dengan ‘miracle word’ nya sang CEO Air
Asia, Datuk Toni Fernandes yaitu ‘What’s next?’ sebuah kata sederhana tapi
mengandung makna yang luar biasa.
Wajar
atau tidak-kah ketika muncul pertanyaan mengapa dan bagaimana cara mendorong
200 jutaan umat muslim Indonesia untuk beramai-ramai atau berduyun-duyun
menabung di perbankan syariah?, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan bukan
hanya ‘market-share’ atau penguasaan pasar tapi juga membangun sistem
perekonomian yang halal, kuat dan berkeadilan.
Allah SWT berfirman dalam Al-qur’an
surat Al-Baqarah: 278-279
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kapada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman”. “Maka jika kamu
tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan
Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba),
maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”.
Rasulullah SAW bersabda: “Rasulullah SAW melaknat orang yang memakan
hasil riba, yang memberikan riba, yang menulis dan kedua saksinya. Dan
berkata,”mereka semua sama”.” HR. Muslim (dalam buku Panduan Ekonomi syariah teori dan praktek, tim IECA, h-234,
2000)
Si Putri Jelita atau Putri Pingitan
Melihat potensi tersebut, maka sejumlah bank-bank
besar semua mendirikan unit bisnis yang berbasis Syariah walaupun berlatar
belakang bank konvensional seperti BCA; Danamon; HSBC dan lainnya, sehingga
mempunyai unit Bisnis Syariah. Semuanya bertujuan untuk menangkap pasar yang
rasional menurut istilah pak Syafii Antonio, yaitu pasar yang selalu berpikir
praktis, horizontal dan akan berpindah ketika terjadi perbedaan hasil dari
investasinya walaupun hanya 0.5% atau 1%.
Pada tahun 2011, Pertumbuhan aset bank syariah mencapai
34% dan ini jauh diatas pertumbuhan bank konvensional yang hanya kisaran 20%.
Melihat kondisi tersebut maka diprediksi pada tahun 2015 tingkat penguasaan
pasar syariah akan menjadi 7.5%. Tidak
salah bila perbankan syariah disebut sebagai seorang Putri Jelita yang
di-‘pingit’ itulah istilah saya melihat perbankan syariah saat ini, jelita sich
jelita tapi sayang seribu kali sayang, sang putri jelita belum mampu menarik
hati para pengagumnya dan baru sekedar indah untuk dipandang. Si Pingitan
karena sang empunya atau semua yang punya kepentingan tentang sistem keuangan
syariah masih belum 100% meng-ikhlas-kan sang putri untuk bisa bermain-main
dolanan dengan kelompok bermainnya, padahal kalo sang putri ikut bermain maka
teman-teman sang putri akan semakin memahami dan mengenal si putri jelita
hingga ketika akan melamar dan melakukan akad semakin yakin dan percaya bahwa
memang dialah pilihan yang tepat.
Ketika kita semakin kenal sistem perbankan syariah,
maka rasanya pasar yang rasional akan ber-rombongan akan berpindah ke sistem
perbankan syariah dan meninggalkan sistem keuangan konvensional yang terkenal
rentan terhadap berbagai virus dan yang lebih utama adalah ketidak-halal-an
nya. Dengan meng-investasikan duit kita di sistem yang syar’i akan memberikan
manfaat kepada diri kita sendiri serta membawa efek domino kepada sistem
perekonomian negara yang mandiri, kuat, dan tahan goncangan krisis yang sedang
melanda negara-negara di Benua Eropah.
What’s Next, bro?
Diliat dari kacamata awam, ndak
salah bila kita ngomong seharusnya maka ‘market-share’ perbankan syariah harus
lebih besar dari sistem konvensional. Akan tetapi kenyataan yang terjadi ya
seperti data diatas, sedihkah? Sebagai seorang muslim ya iyalah .. anehnya
tidak semua merasakan hal yang sama.
Dalam mendorong dan meningkatkan
penguasaan pasar bank syariah, saya melihat ada beberapa langkah yang dapat
dilakukan; pertama, melakukan edukasi ke pasar yang 200an juta, akan penting
dan unggulnya sistem perbankan syariah; kedua, melakukan promosi secara
kolaborasi diantara bank-bank syariah bukan malah menciptakan ‘silo-silo’ dalam
kegiatan promosi ; ketiga, diberikannya insentif-insentif kepada calon nasabah
bila beralih ke sistem syariah; ke-empat, Bank sentral yang ‘harusnya’ punya kepentingan untuk membesarkan
sistem perbankan syariah mesti mau mengeluarkan budget dan aturan untuk
mendukung program-program pada poin diatas; kelima, peningkatan pelayanan,
kualitas sistem di-lingkungan bank-bank syariah.
Emotional values adalah yang diharapkan oleh calon
nasabah/konsumen bank-bank syariah, tapi mampukah para operator syariah untuk
memberikan values yang bukan sekedar diharapkan akan tetapi juga harus
menyentuh ‘heart dan soul’ nya konsumen karena mereka juga manusia yang
memiliki pikiran, hati dan jiwa.
Momentum ramadhan bisa dioptimalkan oleh bank-bank
syariah melakukan kegiatan edukasi karena emosional kaum muslimin sedang-sedang
romantis-romantis nya ber-kontemplasi dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka
tersentuh sedikit saja hatinya oleh hal-hal yang berhubungan dengan firman
Allah pasti akan ‘menyerah’. Kegiatan edukasi ke konsumen dapat dilakukan
melalui aktifitas ceramah=ceramah ramadhan di-kantor-kantor, masjid-masjid
secara terstruktur dengan tema ‘nikmatnya berbisnis dengan Allah SWT’ tanpa
bunga bank yang haram (riba). Bagiamana caranya? Bank-bank syariah dapat
ber-kolaborasi dengan dunia kampus yang sudah berkompeten dengan dunia syariah
seperti STEI Tazkia; UIN Syarif Hidayatullah; IPB; dll. untuk melakukan program
edukasi tersebut sehingga terjadi simbiosis mutualisme antara dunia industri
dan kampus. Saya yakin banyak kampus yang akan mendukung program sinergi ini,
karena semua punya kepentingan untuk membangun sistem perekonomian nasional
yang berlandaskan syariah.
Tahap berikutnya adalah meninggalkan ‘silo-silo’
diantara bank-bank syariah dalam hal promosi, dengan cara ‘one for all’ dimana
konten materi iklan adalah ‘how to inspire’ pasar untuk kembali ke jalan yang
benar yaitu ‘Yuk, nabung di bank syariah’ artinya satu materi untuk semua
dengan budget yang lebih efisien. Bagaimana dengan Bank Indonesia? Ya mesti
mendukung dan memberikan penguatan program promosi tersebut sehingga bisa
menjadi ‘ledakan’ iklan syariah. Bank Indonesia juga harus mendorong
dibentuknya ‘holding bank Syariah’ yang menampung semua lalu-lintas putaran
uang nasabah yang berasal dari bank-bank syariah untuk tidak bercampur dengan
sistem Bank Indonesia yang masih konvensional (mungkin ini juga yang
menyebabkan lambatnya perkembangan perbankan syariah di Indonesia).
Penutup,
Potensi besar, market-share kecil, masih di-pingit
itulah gambaran sistem perbankan syariah di Indonesia, menjadi tanggung jawab
kita semua (masyarakat, dunia kampus, pemerintah, dan legislatif) untuk
menjadikan besar sistem perbankan syariah yang terbukti tahan dari badai krisis
keuangan. Operator bank-bank syariah harus mau untuk menghilangkan ‘silo-silo’ dan
berkolaborasi dalam melakukan program-program promosi/pemasaran dengan konten
‘one for all’ dalam rangka efisiensi anggaran di masing-masing bank-syariah.
Wallahu a’lam bishowab.